Jakarta (Pinmas)--Umat Islam mengidamkan persatuan dan kesatuan dalam beribadah, tak terkecuali saat mengawali puasa Ramadhan ataupun berhari raya Idul Fitri. Tak hanya umat Islam di Indonesia, Muslim di seluruh dunia juga mengidamkan hal itu.
"Untuk itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya menginisiasi sidang itsbat Internasional untuk menentukan kesamaan waktu awal Ramadhan dan Idul Fitri secara internasional," kata Al-Muzzammil Yusuf, anggota Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR, di Jakarta, Kamis (8/9).
Menurut dia, melalui sidang itsbat internasional, penentuan hisab dan rukyatul hilal tidak hanya ditentukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat Islam di Indonesia, tetapi juga melibatkan pemerintah dan forum negara Islam internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), Dewan Fikih Internasional, dan yang lainnya.
"Ide rukyatul hilal internasional ini pernah digagas oleh Ketua Dewan Fikih Internasional, Syekh Yusuf Al-Qardhawi. Patut menjadi rujukan umat Islam di dunia," ujar Muzzammil. Mengenai mekanismenya, ia menjelaskan, OKI bersama lembaga Islam internasional lainnya dapat membentuk tim itsbat internasional dengan melibatkan orang-orang terbaik dan menggunakan teknologi tercanggih yang dimiliki masing-masing negara. Hasil dari tim ini harus disumpah di bawah Alquran yang kemudian disampaikan ke sidang itsbat internasional.
"Jadi, hasil tim itsbat internasional ini akan menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakan puasa Ramadhan dan Idul Fitri secara bersama sehingga syiar persatuan Islam, akan lebih terasa di seantero dunia," papar Muzzammil.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Luar Negeri dapat menyuarakan ide ini melalui sidang OKI dan forum lembaga internasional lainnya. Sedangkan di DPR, kata dia, pimpinan DPR, Komisi VIII, dan BKSAP dapat membawa agenda ini pada sidang-sidang yang diselenggarakan bersama anggota parlemen negara lainnya.
Terus diupayakan
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenag, memang sedang mengupayakan penyamaan kriteria hilal agar tidak lagi terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan ataupun Syawal.
"Kita terus mengupayakan," ujar Kepala Badan Hisab Rukyat, Ahmad Jauhari, Kamis (8/9). Pihaknya terus melakukan pendekatan kepada ormas-ormas Islam agar memiliki persepsi yang sama tentang penentuan awal bulan Hijriah, terutama Ramadhan dan Syawal.
Saat ini, pihaknya hanya melakukan pendekatan dengan ormas Islam di dalam negeri. "Belum ada rencana untuk mengadakan konferensi hilal internasional," ujar Jauhari. Meski demikian, kata dia, hal itu mungkin saja terjadi berdasarkan kebijakan pimpinan.
Sebelumnya, pada sidang kabinet paripurna, Selasa (6/9), Presiden meminta MUI dan para ulama lain agar dapat menentukan cara untuk memutuskan datangnya 1 Syawal pada tahun-tahun mendatang.(rep)
"Untuk itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya menginisiasi sidang itsbat Internasional untuk menentukan kesamaan waktu awal Ramadhan dan Idul Fitri secara internasional," kata Al-Muzzammil Yusuf, anggota Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR, di Jakarta, Kamis (8/9).
Menurut dia, melalui sidang itsbat internasional, penentuan hisab dan rukyatul hilal tidak hanya ditentukan oleh pemerintah dan organisasi masyarakat Islam di Indonesia, tetapi juga melibatkan pemerintah dan forum negara Islam internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI), Dewan Fikih Internasional, dan yang lainnya.
"Ide rukyatul hilal internasional ini pernah digagas oleh Ketua Dewan Fikih Internasional, Syekh Yusuf Al-Qardhawi. Patut menjadi rujukan umat Islam di dunia," ujar Muzzammil. Mengenai mekanismenya, ia menjelaskan, OKI bersama lembaga Islam internasional lainnya dapat membentuk tim itsbat internasional dengan melibatkan orang-orang terbaik dan menggunakan teknologi tercanggih yang dimiliki masing-masing negara. Hasil dari tim ini harus disumpah di bawah Alquran yang kemudian disampaikan ke sidang itsbat internasional.
"Jadi, hasil tim itsbat internasional ini akan menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakan puasa Ramadhan dan Idul Fitri secara bersama sehingga syiar persatuan Islam, akan lebih terasa di seantero dunia," papar Muzzammil.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Luar Negeri dapat menyuarakan ide ini melalui sidang OKI dan forum lembaga internasional lainnya. Sedangkan di DPR, kata dia, pimpinan DPR, Komisi VIII, dan BKSAP dapat membawa agenda ini pada sidang-sidang yang diselenggarakan bersama anggota parlemen negara lainnya.
Terus diupayakan
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenag, memang sedang mengupayakan penyamaan kriteria hilal agar tidak lagi terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan ataupun Syawal.
"Kita terus mengupayakan," ujar Kepala Badan Hisab Rukyat, Ahmad Jauhari, Kamis (8/9). Pihaknya terus melakukan pendekatan kepada ormas-ormas Islam agar memiliki persepsi yang sama tentang penentuan awal bulan Hijriah, terutama Ramadhan dan Syawal.
Saat ini, pihaknya hanya melakukan pendekatan dengan ormas Islam di dalam negeri. "Belum ada rencana untuk mengadakan konferensi hilal internasional," ujar Jauhari. Meski demikian, kata dia, hal itu mungkin saja terjadi berdasarkan kebijakan pimpinan.
Sebelumnya, pada sidang kabinet paripurna, Selasa (6/9), Presiden meminta MUI dan para ulama lain agar dapat menentukan cara untuk memutuskan datangnya 1 Syawal pada tahun-tahun mendatang.(rep)